Bersikap baik-baik saja karena rasa salah adalah hal lumrah tapi paling menyiksa, kalian pasti tau kan rasanya? Dibawah tekanan untuk menyembunyikan perasaan yang terus berisik supaya tidak terdengar oleh siapapun.
Sejak awal, memang semesta tidak pernah mendukungku, semua yang ku rasakan itu salah, aku, merusak semuanya, semesta sedang menghukumku. Aku yang telah bersikap egois karena telah mengizinkan sebuah mata yang bertemu menjadi kebahagiaan, dihukum dengan perasaan bersalah yang tidak akan bisa dimaafkan oleh siapapun.
Aku tidak mau menjadi bodoh, Lena. Kita masih terlalu kecil untuk siap menerima hancur yang sia-sia. Aku... Aku... Akan mencoba mengumpulkan untaian kesalahan-kesalahanku kepadamau untuk memperbaikinya dan merangkainya menjadi ikatan paling erat antara aku dan kamu juga Reja, kita akan menjadi sahabat paling keren didunia. Karena aku yang sudah salah, maka aku akan berusaha lebih keras untuk mewujudkan itu.
Lena, maafkan aku. Aku berjanji tidak akan membiarkan tatapan itu menjadi benih paling menyedihkan yang pernah aku tanam. Akan lebih menyakitkan bagiku jika kamu tidak lagi menjadi sahabatku, kamu yang terbaik, Lena, dan akan selalu seperti itu.
***
Hari itu Lena sudah membaik, Lena lebih banyak tersenyum bahkan tertawa dengan teman-teman, sepertinya Lena sudah melupakan apa yang terjadi dengan orang yang disukainya itu.
"Gue masih suka sih, Put. Tapi yaa, yaaudah gitu gue ga peduli juga. Emang sih bener kata mamah, terlalu berharap sama seseorang itu ga baik hahahah"
"Bagus deh kalo lo udah bisa move on haha, nanti makan bakso yuk sama Reja, mamang bakso yang di sebrang sekolah aja, gue yanh traktir"
"Gue mikir, ko gue bisa sesuka itu ya sama ka Baim? Hmmm... Tapi emang dia manis banget, pinter, baik lagi. Siapa sih yang ga suka sama dia?? Pasti banyak juga ya yang patah hati hahahha"
"Iyee Len, kan elo salah satunya hahahaha"
"Yeeee. Tapi lo gapapa Put?
" Apanya yang gapapa? Lo mau ga makan bakso?
"Ha? Bakso apaan?"
" Ah tau ah Len, gue td ngomong ga lo dengerin "
"Eh iya iya, sama Reja kan? Okee traktir hahah"
***
Tiga minggu kedepan ujian nasional dilaksanakan serentak di Indonesia, kelas sembilan belajar semakin giat, kami kelas delapan dan kelas tujuh lebih sering belajar dirumah, karena sekolah dan waktu banyak digunakan untuk kelas sembilan percobaan ujian nasional. Aku, Lena dan Reja lebih banyak menghabiskan waktu bersama. Reja sudah jarang main futsal, Lena juga sudah tidak les di tempat les, mungkin karrna dia sudah pintar, posisi juara satu umum paralel kelas delapan sepertinya memang mutlak milik Lena.
Hari-hari ku berjalan seperti biasa, pergi les seminggu empat kali, membosankan, walaupun kadang terpaksa, tapi hasilnya terlihat, disemester ganjil kemarin aku juara dua, tentu saja aku tidak akan bisa mengalahkan Lena di kelas. Aku sudah menjelaskan itu dengan ayah, dan ayah memaklumi.
***
Hari ini aku dan Lena berencana bermain kerumah Reja, Ibu sangat senang tentu saja, sampai sampai ibu membuatkan donat untuk Reja, mungkin ibu ingin memiliki anak laki-laki, karena kakak juga perempuan. Ah iya, aku tidak pernah membahas kakak yang sedang berkuliah karena aku tidak ingin mengganggu kakaa dengan semua cerita ku yang sangat kekankan, dia pasti hanya akan mentertawaiku.
"Len, lo tau ga. Masa ka Baim sama Ka Miranda katanya Putus" Reja berbicara sambil memakan donatnya dengan mulut penuh
"Makan dulu kek. Iya sih paling juga putus bentar lagi hahaha" Jawab Lena tidak peduli
"Kenapa emang?"
Perbincangan ini membangkitkan rasa penasaran ku, bukankah aku bodoh bertanya seperti itu? Ya ampun, Putri. Kamu udah janji untuk tidak merasakan apa-apa karena kamu harus memperbaiki semuanya, menjaga persahabatan ini.
"Tumben lo penasaran Put?" Tanya Reja yang kaget dengan pertanyaan ku, dan aku hanya bisa tersenyum
"Alesannya paling klasik Put, (aku mau gokus belajar, jadi kita putus aja ya?) gitu paling hahah" Jelas Lena sambil tertawa
"Hahaha iya bener bener"
"Emang bisa gitu ya?" Tanya lagi, menurut ku pertanyaan ini melewati batas, taoi entah kenapa kelur begitu saja dari mulutku.
"Elo hidup di jaman apa sih Put? Gitu aja gatau sama sekali?" Saut Reja yang sangat sebal dengan ku
"Tau lo Put, percuma masuk osis lo, hahaha. Oh iya dulu kan lo wawancara osis katanya mau punya banyak temen" Lena mengingat pendaftaran osis itu.
"Iya lo Put, hahaha. Tapi maennya tetep sama kita-kita juga hahah"
"Iya juga ya, aku baru sadar"
"Eh eh Ja, kok lo bisa masuk divisi literasi sih? Kaget kan gua pas liat nama lo di bawah na gue hahaha" Lena tertawa sangat kencang sambil memukul pundah Reja
"Eh iya ya. Sumpah Len gue juga gatau hahahha"
Akupun ikut tertawa mengingat masa itu, sore mendung itu, dirumah Reja, kami menghabiskan waktu hanya dengan mengobrol, mengenang masa masa kita bersama.
***
Setelah satu minggu kelas sembilan ujian, kami kembali belajar dengan normal. Saat jam istirahat didalam kelas tiba-tiba Reja menghampiri, dia membawa dua buah cokelat.
" Put nih buat Loh" Reja memberikan satu cokelat untukku
"Tumben banget lo ngasih makanan buat gue?"
"Buat gue mana Ja, masa cuma Putri doang?" Lena protes.
"Kagak ada lagi, itu kalo mau bagi dua aja"
"Pelit banget lo Ja, itu kan lo punya satu lagi?" Raut wajah lena terlihat bete.
"Inimah punya gue lah"
"Ini len bagi dua aja. Suka ga jelas emang Reja"
***
Hari perpisahan dengan kelas sembil tiba, aku yang masih menjadi pengurus osis mengurusi segala persiapan yang di butuhkan, dari hiasan panggung, banner, tenda, kursi kursi untuk orang tua yang datang, snack, sound system, semuanya. Lebih tepatnya aku hanya manyuruh, karena banya anggota osis lain hehehe.
Pagi itu berjalan sibuk sekali, bahkan aku tidak sempat mengobrol, bahkan denhan lena aku hanya menyuruhnya membantu, jangan tanta Reja, dia tiba-tiba jadi babu waktu itu haha.
Semua tamu undangan hampir tiba, beberapa sudah ada yang menyantap snacknya, pertunjukan yang disiapkan sudah mulai tampil, menjelang siang hari pukul 11.15 WIB rundown yang aku tulis menunjukkan pembacaan juara umum untuk kelas sembilan oleh keoala sekolah, dan dia berada di peringkat 6, dia berada di atas panggung.
Aku yang sejak pagi sibuk, entah mengapa tersentak saat nama dia di panggil, Ibrahim Zakariya. Aku semakin bodoh dengan berbalik badan dan melihatnya berdiri diatas panggung, bodoh sekali. Waktu itu dadaku terasa sangat sakit, sakit karena aku merasa mengingkari janjiku pada Lena juga Reja, sakit karena aku bersikap bodoh karena tida mampu menahan untuk tidak melihat dia, sakit karena masih ada sesuatu yang tersisa.
Lena, aku harus bagaimana? Reja tolong aku menghentikan pikiran dan perasaan aneh ini yang sebenarnya tidak bisa aku hilang seluruhnya. Aku mengkhianati sahabatku.
Aku bertekad, hari ini, di saat ini, aku tidak akan memikirkan dia. Aku akan menghapus ingatan-ingatan dari pertemuan dua mata yang menghancurkan semuanya itu. Aku akan menjadi sahabat yang baik untuk dua sahabatku, aku tidak akan menyakiti mereka hanya karena hatiku yang sanagt egois ini. Maka akan aku pastikan salam kenal waktu dipartama kali aku mengucapkan "hai" itu tidak akan membuat salam salam lainnya, dan hari ini akan menjadi perjumpaan terakhir yang tidak akan aku sesali sama sekali, aku memilih sahabatku.
Akan aku sampaikan untuk pertama dan terakhir kalinya sesuatu yang ingin kuucapkan dari hatiku untukmu, semoga kamu mendengar dengan senyum.
Salam kenal, sampai jumpa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar