"Put, Putri. kenalin ini ka Baim. Panggilan Baim, nama aslinya sih Ibrahim Zakaria, kelas VIII.A ketua osis kita." Reja mengenalkan aku dengan ketua osis baru yang sekaligus merangkap menjadi ketua pensi. Sebenarnya aku sudah tau, sebulan lalu aku juga memilihnya dalam pemilu ketua osis. Tapi, anggap saja aku memang baru tahu.
Iya, ini akhir semester ganjil, kami baru selesai melaksanakan ujian. Menunggu waktu libur akhir tahun, seminggu kedepan sekolah kami akan mengadakan pensi dan class meeting, ini acara rutin disekolahku untuk melepas penat. Tepatnya sih supaya kami tidak terlalu bosan atau bahkan luntang-lantung menunggu hasil ujian.
Aku mendaftarkan diri menjadi panitia pensi. Karena hanya dua yang dilombakan menyanyi dan membaca puisi. Kalau pensi kenaikan kelas yang dilombakan lebih banyak.
"Oh, Halo ka, aku Putri dari kelas VII.C, nanti kalo ada sesuatu yang bisa dikerjain kasih tau aja ya ka, soalnya bingung juga harus apa" Jawabku dengan nada kelelahan karena terlalu capek memindahkan bangku untuk latihan pensi sekolah, seharusnya ini pekerjaan lelaki, aku bergumam dengan kesal.
"Iya Put, semangat ya" Jawab kakak yang warna kulitnya hitam manis itu.
"Put, gue tinggal ya, lo semangat ya haha"
"Yeee. Reja. Bukannya bantuin" Aku dengan nada kecewa membalas Reja yang sepertinya menyemangati tapi juga mengejek. Reja memang selalu menyebalkan.
"Kagak aah. Mau jajan gue. Hahah"
"Ih dasar gendut"
Hari ini pensi terakhir, aku pagi-pagi buta sudah sampai sekolah untuk menyiapkan panggung dan hadiah-hadiah. Ini memang tugas ku, entahlah kenapa waktu itu aku pilih perkap, padahal aku tahu pekerjaannya lebih berat. Sampai disana ternyata baru ada dua kaka osis yang sampai. Aku minta izin untuk menyantap bekalku, karena ga sempet sarapan dirumah, ibu siapkan dua bekal untukku. Padahal harusnya disaat seperti ini lebih seru kalau jajan. Karena lebih banyak yang berjualan di kantin, tapi aku tidak mau ambil pusing, toh, ibu sudah menyiapkan bekal dengan penuh cinta didalamnya hanya untukku.
Aku makan di pinggir mushola, tempat ini tidak terlalu terlihat dan akan nyaman jika makan disini. Baru dua tiga suap aku menyantap sarapan ku. Tiba-tiba ada suara dari jauh.
"Eh, Im. Ini gimana gue bingung?"
"Oh ini, ntar gua yang pasang. Bentar dulu ya"
Eh, itu suara Ka Baim, aku langsung menghentikan makanku. Tapi ada yang aneh saat itu.
"Ko gue jadi kaget ya?" Gumamku dalam hati yang langsung menyadari prilakuku.
"Sarapan dulu deh, toh belum banyak orang".
Setelah makan selesai, aku langsung merapikan properti panggung. Reja datang agak siang. Anak itu memang semaunya.
Aku tidak peduli.
Acara berjalan dengan lancar sampai pukul 14.00, pengumuman pemenang lomba di bacain langsung sama dia, kaka itu, ka Baim.
"Eh Put, ka Baim manis banget ya" Lena menghacurkan lamunanku, dia teman sebangkuku. Sejak pemilihan ketua osis itu Lena sangat ngefens sama dia. Ntahlah aku tidak menggubrisnya, sepertinya saat itu aku sangat sibuk dengan les bahasa Inggris ku, karena UTS sebelumnya nilaiku hancur dan Ayah benar-benar marah, alhasil dalam seminggu aku perlu empat kali pergi les dan lebih banyak berlatih soal. Ayah memang sangat keras kalau soal pendidikan.
"Adem banget ya liatnya"
"Apaan sih Len, gue kecapekan nih, beliin gue es dong. Gue baru sadar ga bawa uang jajan padahal ibu udh siapin di atas meja. Uang gue cuma pas buat ongkos angkot doang nih hahaha"
"Bisa-bisanya lo lupa, pas acara kayak gini. Lagi banyak jajanan lo ga bawa duit"
"Ya namanya juga lupa"
"Yaudah nih es gue buat lo aja, belum gue minum"
"Makasih cayang ku, eheheh"
"Idih geli gue. Eh, lo udah makan kan tapi?"
"Udah ko, Ibu bawain bekel dua"
Lena disampingku terus meperhatikannya, tanpa sadar aku juga ikut melihatnya. Terbawa, mengamati, membayangkan.
Besoknya, pembagian raport, aku peringkat tiga di kelas, hasil usaha belajar selama dua bulan, karena kalau tidak ayah akan marah. Lena peringkat satu, dia anak yang pintar rambut panjang membuat dia terlihat dewasa. Ah, sejak awal masuk aku memang mengaguminya, dan sejak itu aku memilih untuk menjadi temannya.
"Put, lo tau ga? Masa Ka Baim ternyata dulu di kelas kita, kelas VII.C. gue baru denger dari anak kelas sebelah. Terus katanya dia peringkat tiga dulu, sama kayak lo, Put"
"Apaan deh Len, ya berati lo juga sama dong sama ka Andi. Kan peringkat satu juga"
"Yee, apaan ka Andi, orang lagi ngomongin ka Baim"
"Hahaha"
Seperti itu, aku selalu mendapat kabar dia dari percakapanku dengan Lena, atau lebih sering dari teman-teman di kelas sebelah. Mereka sangat menyukai Ka Baim. Bahkan di tukang bakso sebrang sekolah topik hangat yang selalu diperbincangkan adalah dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar