Rabu, 22 Juli 2020

Takdir Kehilangan

Kepergian adalah hal yang pasti. Semua yang pernah bersentuhan dengan hidup ini pun berhak kehilangan. Mendekap setiap rangkai kenangan, menangisi kebaikan, mengumpat keburukan, meneriakan kesedihan, sangatlah lumrah. Tapi hal yang harus dipahami, bahwa seluruh takdir yang terjalin perlu dimaklumi

Jalan Sukses - Tentang Kamu

Hari ini 22 Juli 2020, saya baru saja menyelesaikan bab ke 18 Novel Tere Liye yang berjudul Tentang Kamu. Di sana saya banyak belajar, memang benar, duka dapat membawa kita berkeliling dunia, berkendara keindahan kata dengan mengitari waktu. Di buku itu menceritakan kisah perjalanan seorang anak perempuan menjadi besar dengan nama Sri Ningsih. perjalanan hidup yang walaupun fiksi, diceritakan amat nyata, tertata rapi, mengesankan, membuat berdecak kagum, ikut meringis sedih sekaligus bangga, seperti ada sihir di dalamnya.

Iya, perjalanan kesuksesan Sri Ningsih yang tidak semudah berkedip mata membaca bukunya. Kalau memang ada orang bernama Sri Ningsihdia benar-benar ada di bumi ini, rasanya mau saya jadikan idola hidup saya. Cerita tentang keluarganya yang sangat bahagia walau sebentar, adiknya yang lucu, kesabarannya berada di pulau Bungin Sumbawa hingga Pesantren di Surakarta, perjalannya tidak mudah, bahkan diceritakan amat mengenaskan dengan kepedihan yang bagi orang saat ini sangat mustahil dijalani.

Tiba di Jakarta adalah awal semangatnya membara, sejak kecil telah terlatih hidup tegas terhadap diri sendiri, membuat yang membaca ini merasa amat malu. Bangun pukul empat subuh, dan baru tidur lagi tengah malam itupun diniatkan untuk beristirahat dari lelah. Tentang perjuangannya yang tidak pernah menyerah, keikhlasannya, pikiran positifnya, cara pandang yang visioner, etos kerja yang tidak pernah runtuh, yang paling penting Sri Ningsih digambarkan sebagai orang yang memiliki hati yang tangguh, tidak pernah terlintas di hatinya rasa dendam dan dengki walau sebesar debu pasir dan selalu memiliki prasangka baik pada setiap orang, rasanya amat tidak mungkin bagi diri ini memiliki sifat seperti Sri Ningsih, Tapi Saya akan berusaha.

Minggu, 19 Juli 2020

Aku Telah Mati (Puisi)

Langkah-langkah melebur ketakutan
Gemetar menjelema kepasrahan
Aku membau, semakin membau, busuk
Ku tutup hidungku dengan sobekan sisa pakaian dalam, percuma, menyeruak

Satu malam lagi ada yang telah dikeluarkan
Satu kali lagi ada nafsu yang telah dilampiaskan
Aku terkapar, mau tidak mau telah dinikmati
Aku terbujur, selagi belum kaku dipaksa melayani

Dingin, aku disakiti dengan basah
Gerah, pikiranku meronta kata sudah
Lemah, di waktu ini aku terus tengadah
Payah, ragaku tetap bersedia berkisah

Ma, tubuhku bukan miliku lagi
Ma, citaku telah ku pasrahkan pergi
Mama, peluhku kubiarkan tidak membantu sama sekali

Semakin malam, semakin menerkam
Kali ini, orang berdasi menghampiri masam
Ah. Aduh. Desah tak sanggup dilantunkan temaram
Lembaran merah terlempar, selesai macam-macam

Tubuhku runtuh, terbayang kemudi
Pilihan jalan layang memang telah salah dilewati
Aku di sini, tak peduli, pun tak meratapi
Sejak itu. Setiap hari aku telah mati.

Sabtu, 18 Juli 2020

Berduka (Puisi)


BERDUKA

Sebab akibat kehidupan selalu membawa pertanyaan
Meraih juang, merintih jalan diperayaan
Mereka berisik, melirik, berucap, merengkuh persemayaman
Setiap duka memiliki hak tiga jawaban

/1//
Takdir diberikan kepada sesiapa bersedia
Juluran tangan menelungkup bayangan dalam doa
Sakit dan bahagia adalah harta paling berharga
Maka ikhlas, adalah yang pertama

/2//
Setiap bagian memiliki porsi keistimewaan
Daun mampu melihat, tanah mampu merasakan
Angin memberikan kesempatan dari perbedaan
kedua, memahami hikmah adalah perahu pelayaran

/3//
rel-rel kereta mengisyaratkan keberangkatan
gerbong-gerbong memberi ruang pernapasan
listrik mau tidak mau memberikan tujuan
yang terakhir, hidup harus terus dilanjutkan

Selasa, 14 Juli 2020

Satu dekade, Juli #3



Juli, aku sangat membenci hari-hariku terakhir kebelakang. Rasanya begitu hampa, aku selalu menunggu tapi tidak tahu apa yang ku tunggu, aku melamun tapi tidak tahu arah pikiran ku. Bobrok sekali rasanya waktu luang yang sama sekali tidak bisa ku manfaatkan ini, Juli.

Juli, apakah dirimu di sana memiliki susana yang baik? Kalau iya, aku sangat bersyukur, semesta memayungi dengan kehangatan, bumi membiarkan dirinya mendukungmu, angin memelukmu dengan lembut, waktu memberlakukanmu dengan baik. Aku akan sampaikan pada Tuhan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya karena telah mengizinkanmu memiliki memiliki hari yang sangat bermanfaat untukmu sendiri.

Sabtu, 11 Juli 2020

Sarah (Bag 2)






Mentari menyiramkan sinarnya ke bumi, sinar yang menghangatkan setalah bumi diguyur dinginnya malam 12 jam lamanya. sinar itu menyibak rumput di sebrang jalan, mengetuk gerbang dan mampir ke pelataran rumah, menembus kaca jendela kamar Sarah, membelai lembut wajahnya dengan kehangatan, seolah berkata "Sarah, bangunlah, fajarmu hampir tiba".

Setiap pagi Sarah terbangun dengan senyum sabit di bibirnya dengan cekungan yang membentuk danau kecil di pipi sebalah kirinya, hiasan kecil itu membuatnya terlihat semakin manis ketika tersenyum. Apapun yang akan dihadapinya Sarah tidak peduli, asalkan bersama Fajar, dia akan merasa baik-baik saja. Sama seperti hari ini, dia akan melalui ujian nasional, ujian paling mengerikan dimasa terakhir SMAnya, sudah berbulan-bulan lamanya dia menyiapkan, pikiran dan mental dengan menguras waktu juga tenaga hanya untuk menyelesaikan masa tiga tahun dengan seragam abu-abunya yang mulai kusam. Bukankah ini tidak adil, bagaimana sistem pendidikan ini menentukan kelulusan hanya dengan enam mata pelajaran yang diujikan, sementara aku sudah belajar sangat banyak mata pelajaran, rasanya semua yang aku lakukan sia-sia, padahal sekolah sangat menyenangkan. gumamnya setalah terduduk dan mendatarkan senyum sabitnya.

Sarah mengumpulkan tenaganya untuk beranjak dari empat tidur, membiarkannya berantakan, karena dia tahu setalah pulang sekolah tempat tidurnya akan rapih sendiri. Sarah berjalan menuju dapur, tempat mamanya tersayang biasanya menyiapkan sarapan paling lezat di dunia, walaupun hanya sekedar nasi goreng dan telur mata sapi. Dengan rambut yang masih acak-acakan akibat tidurnya yang tidak pernah anggun, Sarah menarik bangku di meja makaun untuk mempersilahkan tubuhnya duduk, bukan duduk, mungkin mempersilahkannya untuk tidur lagi, Sarah meletakkan kepalanya diatas meja makan, dengan menguap dia mulai berbicara dengan mamanya "ma, hari ini aku ujian"

"makanya semangat dong, masa lemes gini mau ujian" mamahnya menoleh dengan senyum, melihat anak satu-satunya yang kalau baru bangun ini sangat susah sekali untuk cepat tersadar, seolah-olah rasa kantuk selalu memeluknya, tapi mamanya selalu memaklumi, karena ia tahu putrinya selalu menggunakan waktunya dengan baik, semalam putrinya belajar hingga larut, bahkan lebih sering belajar sampai berganti hari.

"ini nasi gorengnya, cepet cuci muka, mainum air putihnya, ayoo bangun" sambil menarik lengan Sarah, mamahnya membantu sarah untuk bangun.
"iya mah" Sarah merespon dengan lesu, dan mengusahakan tubuhnya bergerak untuk cuci muka

Setelah sarapan, Sarah bergegas untuk siap-siap, jarum panjang menunjukkan angka empat. Sebentar lagi setengah tujuh, ucapnya pelan. Sarah semakin mempercepat persiapannya, melihat lagi apa yang perlu dibawa, mengecek ulang perlengkapan ujiannya agar tidak ada yang tertinggal, kalau ada yang tertinggal tidak ada yang akan bertanggungjawab, karena syarat ujian itu sudah dia hafal dari beberapa kali tryout di sekolah.

Tiinn,,,, Tiiiinnn,,, Tiiinn,,,
Suara klakson yang akrab tiap pagi ia dengar sudah menyaut, suara klakson dari motor beat yang sudah dimodifikasi berbeda jauh dari aslinya, joknya berwarna jingga, stikernya berwarna abu-abu, seolah-olah menggambarkan walaupun mendung, senja akan akan selalu hadir tepat waktu.

"Sarah, Fajar udah jemput, cepetan" mamahnya berteriak, tanpa membuka pintu mamah Sarah pun sudah hafal, dia adlah Fajar.
"iya ma, salaman" Sarah meminta tangan mamanya untuk dicium, mencium tangan mamanya adalah sebuah kewajiban yang tidak boleh dilewatkan, wajib. "doain ya ma, doain semoga Sarah bisa ngerjain soalnya lancar"
"iya sayang, selalu, hati-hati ya"
"iya ma"

Sarah melangkah keluar membawa helm coklatnya, menghampiri Fajar yang sudah menunggu didepan gerbang. Dari sana terlihat Fajar yang memasang wajah kesal, walaupun baru lima menit, itu sudah menjadi waktu yang sangat lama bagi Fajar untuk menunggu Sarah, maunya Fajar, ketika ia sampai, Sarah sudah menunggu di luar rumah, agar bisa langsung berangkat kesekolah. dan sarah hanya membalasnya dengan senyum simpul kecil.

"lama banget sih"
"ya, maaf, tadi abis beresin pensil"
"bukannya dari malem juga, cepetan udah telat tau"
"iya-iya"

Sudah menjadi peraturan tidak tertulis bagi mereka berdua, Fajar menjemput Sarah tepat pukul 6.30, jika kurang dari itu, dan Sarah belum siap, maka Fajar akan mengomel kesal, dan jika lewat dari itu Sarah akan mendiamkan Fajar seharian, dengan terpaksa naik kemotornya, tidak bersuara, karena memang dia malas berdebat dengan Fajar, khas sekali dengan emosi anak muda. Tapi Fajar lebih takut terlambat menjemput Sarah, Fajar tidak akan sanggup jika didiamkan Sarah. Maka, meski rumahnya lebih dekat ke sekolah, Fajar akan tetap menjemput Sarah, berbalik arah memunggungi jalanan sekolah, jaraknya, 2 kali jarak rumahnya sendiri ke sekolah. Tapi Fajar bisa dan harus melakukan itu, untuk orang yang disayanginya.

*****

"Woy" Fajar menyibak rambut Sarah yang sedang duduk di bangkunya.

Lima tahun lalu, 18 Agustus tepatnya, setelah hari kemerdekaan dirayakan diseluruh negeri ini, Ayah Sarah pergi meninggalkannya, meninggalkan mamanya, berdua di rumah. Itu adalah hari paling menyakitkan bagi Sarah, hati dan tubuhnya tidak mampu menerima kenyataan ditinggalkan. Tapi meninggalkan dan ditinggalkan adalah proses kehidupan yang paling pasti. Butuh waktu lama bagi Sarah untuk benar-benar bisa menerima, mamanya selalu menguatkan anak satu-satunya itu, tidak pernah lelah, mencoba berbicara perlahan, mengajaknya pergi untuk menghiburnya, mendoakannya kepada Tuhan agar anaknya ini diberi kekuatan. Satu minggu kemudian, Sarah baru bisa menguatkan diri pergi kesekolah, dan selama satu minggu dia hanya menatap papan tulis dengan pikiran yang kosong.

kenapa ayah harus membantu mereka menyiapkan acara itu, kenapa ayah harus mau menerima ajakan mereka hanya untuk membantu, padahal ayah sedang sakit, ayah, kenapa ayah? ayah, aku sangat membenci mereka, mereka semua yang mengajak ayah untuk acara tahunan yang tidak jelas itu. mereka memang tidak tahu diri, sudah tahu ayah sedang sakit, kenapa mereka berani sekali membuat ayah bangun dari tempat tidur hanya untuk menerima mereka bertamu, ayah, kenapa ayah. Pikiran Sarah hanya berputar tentang kepergian ayahnya, membuatnya kacau, membuat rasa bencinya muncul tiba-tiba, pada semua orang dan pada hari perayaan kemerdekaan yang membuatnya ayahnya kelelahan dan memutuskan pergi meninggalkannya

Fajar yang saat itu melihat Sarah hanya diam merasa perlu untuk di ganggu, untuk memastikan bahwa anak yang ada di dalam kelasnya ini baik-baik saja. Saat itu kelas dua baru berjalan satu bulan, Fajar memang anak terjail yang mengganggu temannya.

"apaan sih lo, lo kalo gangguin gue lagi, gue hajar ya lo" respon Sarah setelah Fajar menyibak rambutnya, membuat Fajar kaget.

"dih, biasa aja kali, cuma gitu doang"
"dasar, orang jail, ga bisa diem!" jawab Sarah semkain ketus
"yaudah, biasa dong, lebay lo"
"heh, lo ya yang ganggu ganggu, bisa ga sieh diem"

Fajar terdiam. Sangat kaget dengan respon Sarah yang membentaknya. Sebelumnya Sarah anak yang baik, sopan, pintar, semua orang menghampirinya untuk meminta bantuannya mengerjakan soal. Tapi semuanya berubah saat ayahnya pergi, Sarah hanya diam, teman-temannya tidak ada yang berani menegurnya, ekspresi Sarah sangat berubah. Memang benar kata orang, kehilangan orang terkasih tidak semudah yang di bayangkan, dan kehilangan juga mampu membawa pergi serta seseorang untuk menemaninya. Sama seperti Sarah, sifat baiknya ikut pergi bersama kepergian sang ayah.





Satu dekade, Juli #2




Juli, kali ini aku memutuskan untuk pergi, kembali ketempatku yang mampu untuk bisa bersamamu, kau pasti tau kemana aku pergi. Di ibukota paling sibuk di negeri ini aku menaruh tujuan hidupku hanya untukmu, tempat yang ku pilih untuk berlari mengejarmu, tempatku membangun mimpi karenamu. Disana aku akan sibuk, Juli, sibuk dengan segala kerumitan untuk bertahan dari seleksi alam yang sangat mengerikan ini, tentu saja denganmu.

Juli, terkadang aku merasa tubuhku ini tidak mampu mencapai kapasitasnya lagi dan aku hanya akan mengeluh,merengek, menangis seperti anak kecil yang tidak diizinkan untuk makan es krim. Tapi dirimu selalu hadir dalam berbagai bentuk, seperti malaikat paling rupawan, mendekat kepadaku perlahan "bertahan, bertahanlah, kamu pasti bisa melewatinya" bisikmu.

Bisikmu selalu menjadi semangatku, tanpa kusadari, aku menggantungkan diri kepadamu. Saat diriku diambang kekacauan dari semua perjalananku yang amat sangat melelahkan di sana, yang aku cari pertama adalah dirimu. Saat dunia ini menolak kehadiranku dengan mengacuhkan sakitnya proses yang ku tempuh, nama yang pertama ku sebut adalah dirimu. Dan saat mimpiku mulai menyerah untuk menopangku menulis diksi yang tidak pernah mampu kubayangkan seperti apa, seseorang yang selalu kuhadirkan dalam benakku adalah dirimu.

Juli, bukankah aku terlalu berlebihan untuk sekedar meminjam bayanganmu untuk kugunakan melanjutkan hidupku yang memang sudah sia-sia ini? tentu saja itu sangat berlebihan, iyakan Juli?
Juli, aku manusia terkutuk yang berani-beraninya mendukan Tuhan dengan dirimu. Tapi, Juli, aku tidak memiliki kuasa apapun untuk mencegahmu hadir dalam setiap mimpi malamku, karena memang aku hanya bergantung padamu.

Juli, aku telah sampai, ketempat ini, tempat yang menyediakan hadirmu, sekaligus memberikan jarak terjauh aku dan dirimu. Juli, jarak bukan hanya sekedar jarak, tapi darinya aku juga sadar bahwa jarak selalu memberikan batas, batas yang akan sulit untuk dilalui, bahkan dengan do'a paling mujarab sekalipun. Aku semakin sadar, bahwa memang batas ini sangat pantas untukku, bahwa jarak yang memberikan batas, ternyata juga menyediakan cermin.

Sarah (Bag 1)




Sarah menghampiri Fajar yang sedang duduk di bangku panjang di taman tempat mereka biasa bermain sambil memegang air mineral dingin yang baru dibelinya. Setelah Sarah duduk, Fajar menatap wajah Sarah dengan sabit yang menggantung di bibirnya. Sebenarnya akan selalu ada seribu pertanyaan yang hadir ketika Fajar bersama Sarah, gadis berkulit manis yang telah bersamanya sejak SMP itu, kali ini Fajar menanyakan sesuatu yang pernah ditanyakannya pada Sarah beberapa kali sebekumnya, bahkan pertanyaan itu selalu membosankan bagi Sarah.

"Sarah, kenapa namamu Sarah? kenapa tidak Senja saja ya?" Fajar bertanya dengan siap menerima pukulan sarah yang selalu mampir ke pundaknya saat Fajar menanyakan itu. Tapi kali ini Sarah menjawab dengan berbeda.
"Fajar, aku sangat bosan mendengar pertanyan itu, kalau aku jawab kali ini, apakah kamu akan berhenti bertanya?"

Fajar yang telah menyiapkan diri untuk dipukul agak sedikit heran. Tumben sekali, gadis tomboy ini tidak memukulku? apakah dia memang sudah benar-benar bosan? apakah aku sudah sangat membosankan? ah, sepertinya dia kehabisan tenaga setelah berlarian kesini. Tapi, Sarah, aku kaget dengan responmu yang tidak biasa ini, aku harap kamu tidak menjawab apa-apa, aku lebih senang kamu memukulku, agar aku bisa terus bertanya hal yang sama padamu, gumamnya dalam hati.

"Fajar, dulu kau pernah bilang, aku ingin menamiku Senja agar serasi dengan namamu, iyakan?"
"Iya, itu akan menjadi nama yang sangat bagus untukmu, snagat serasikan nama kita"
"Tapi Fajar, fajar dan senja itu tidak akan pernah bertemu"

Mendengar jawaban Sarah itu membuat tubuh Fajar kelu, tidak mampu merespon, dia amat kaget akan Sarah yang menanggapi pertanyaan gurauan yang sering diucapkannya ini dengan sangat berbeda dari yang biasanya hanya memukul pundaknya. Bahkan Fajar tidak pernah memikirkan itu. Fajar hanya menyandingkan Senja dengan namanya, karena baginya itu amat serasi fajar dan senja yang senantiasa hadir dilangit menaungi bumi dengan sejuk. Tapi tidak bagi Sarah, pertanyaan yang terus berulang, membuatnya berpikir, berpikir lebih keras untuk menemukan jawaban selogis mungkin, dan Sarah menemukan jawaban yang tidak pernah disukainya.

"Fajar selalu datang pagi-pagi gara manusia bisa memulai hari untuk berbahagia, dalam hari itu manusia akan mengisi semua aktifitasnya dengan suka cita, aku suka namamu, Fajar. tapi senja? senja datang untuk mengakhiri hari, Fajar. Manusia mendatanginya dengan rasa lelah karena telah seharian bahagia mereka sudah dihabiskan menyisakkan dingin yang selalu menyelimuti malam, mengawali gelapnya gulita dengan kesendirian masing-masing, sunyi sekali. Aku tidak suka nama Senja kau buatkan untuku, Fajar."

Fajar yang mendengarkan jawaban Sarah tanpa berkedip itu, benar-benar melihat rasa tidak sukanya di mata Sarah. Sebenarnya bukan itu maksud Fajar, ada arti lain dalam senja yang ingin diberikannya pada Sarah. Tapi, Fajar tidak pernah suka berdabat dengan Sarah, gadis yang telah dikenalnya hampir 5 tahun itu, dia akan selalu mengalah, maka Fajar menjawabnya dengan wajah yang pura-pura mengiyakan ditambahi senyum "Iya juga ya? Senja tidak akan pernah bertemu fajar"

"Makanya, kamu jangan pernah bertanya itu lagi. Ah, aku membayangkan jika aku tidak pernah bertemu denganmu karena namaku Senja"

Fajar tertegun lagi "maksudnya bagaimana?"

"kalau namaku Senja, mungkin saja kita benar-benar bertemu dan duduk berdua di sini"
"tapikan, kita sekarang sedang duduk di sini"
"makanya aku bersyukur namaku Sarah, dan bisa bertemu denganmu"


Setelah (Puisi)



Mungkin kita lupa, hakikat hidup bersama
Merajut damai dan merengkuh sahaja
Saat tempat hancur merata oleh buta
Menyisakan abu, yang tua karena bahasa
Menangisi kenang, yang rapuh akibat kata

Si Jumawa, beranggap memberi hidup ribuan mereka adalah kuasa
Si mereka meronta, atas ketidakpedulian dan ego dari niat berbeda pemilik harta
Jelas, neraca penghidupan memang tidak pernah seimbang dirasa

Aih aih.
Dekil, kumuh, rusuh
Yang  pintar pura-pura tuli
Yang mampu pura-pura bisu
Tersirat, sedih, sakit, sekarat
Ada yang berucap: biarkan, mereka, bukan siapa-siapa

Tenang, tenang
Yang Maha Kuasa akan mengenang
Ssstt, ssstt, ini rahasia
Setalah berucap, semua dicatat malaikat

Maka, kalimat-kalimat akan memberikan fakta
Sesiapa berucap menepati damai akan dibayar dengan rengkuhan sahaja
Dan, bahasa-bahasa akan memberikan bukti
Sesiapa berucap melanggar kerukunan akan dibayar beribu kutukan

Hati-hati setelah... berucap.

Bagaimana Strategi Yang Baik Untuk Mengajarkan Fisika Kepada Siswa?

fisika itu susah”. Kalimat paling menyeramkan ketika masuk SMA adalah mendengar pengalaman orang-orang tentang susahnya belajar fisika di SMA, walaupun sebenarnya di SMP sudah dipelajari secara sederhana. Fisika memang menjadi momok yang melegenda tentang bagaimana susahnya fisika dipelajari, ada anggapan yang bisa fisika itu hanya orang-orang pintar dan juara kelas saja, murid-murid peringkat sepuluh kebawah pasti mengelus dada menutup kuping kalau dengar kata “fisika”. Ini terbukti dari hasil tes ujian nasional tahun 2019 di laman web puspendik yang menunjukkan rata-rata nilai fisika apalagi di jurusan IPA sendiri mendapat nilai di bawah 50, lebih kecil dari matematika dan kimia.

Itu juga yang saya rasakan saat mengawali belajar di SMA, di SMP dulu saya mendapat pelajaran biologi dan fisika dalam satu atap IPA, jadi tidak terlalu memahami perbedaan antara fisika dan biologi secara eksplisit ditambah dengan mata pelajaran baru yang tidak dipelajari di SMP yaitu Kimia. Bagi saya kelas pertama dari mata pelajaran tersebut begitu menyeramkan, sebelum guru masuk seperti ada hawa-hawa mistis yang menyelimuti, merinding. Tapi semua yang dibayangkan berbeda setelah guru fisika pertama saya masuk kelas.

Kesan pertama dari seorang guru akan sangat menentukan respon yang diberikan murid kepada pelajaran sampai materi selasai. Guru saya pertama kali membuka pintu memberikan senyuman terbaiknya, beliau sudah agak berumur tapi sangat semangat mengajar, maka hal pertama yang dilakukan bukan memberikan materi fisika yang snagat tiba-tiba tapi menanyakan “bagaimana rasanya sudah duduk di bangku SMA?” beliau mengatakannya dengan senyum. Nah, itu salah satu kesan terbaik pada fisika. Ini berlaku disetiap pertemuan fisika bersama beliau, beliau membangun suasana menyenangkan, kadang kalau fisika ditempatkan setelah jam istirahat beliau membuat lelucon atau tebak-tebakan yang membuat satu kelas tertawa, yaaa walaupun tidak menutup kemungkinan materi yang akan dipelajari langsung membuat raut muka berubah. Kesan pertama membangun motivasi.

Membangun motivasi dengan kelugasan komunikasi. Mungkin pengalaman bersama teman yang humble diberbagai kondisi akan membantu calon guru belajar berkomunikasi yang baik. Spontan berbicara untuk membangun motivasi sering dilakukan guru saya, kadang di tengah tengah pelajaran jika kami sudah terlihat lelah guru saya tiba-tiba berhenti menjelaskan dan berbicara tentang pengalamannya saat kuliah, ini guru sejarah saya yang baru lulus kuliah, tapi memungkonkan juga untuk guru fisika, kan?. Beliau banyak menceritakan kegiatannya saat di organisasi kampus, atau kadang tiba-tiba bertanya seperti ini “Andri semalam mimpi ga?” random, tapi membuat kami yang mengantuk tiba-tiba terkejut. Natural begitu saja tanpa terlihat kesan dipaksakan atau terlihat seolah-olah itu memang strateginya, tidak terlihat sama sekali, jka sudah selesai beliau mengajak ngobrol tiba-tiba juga beliau langsung kembali menjelaskan meteri, timing-nya pas.

Menguasi materi adalah hal yang paling mutlak. Penguasaan materi garis keras harus menjadi prinsip seorang guru, kenapa? Karena kalau tiba-tiba murid bertanya diluar apa yang dibayangkan oleh guru dan guru tidak bisa menjawab, maka itu akan menjadi boomerang.  Ini termasuk dengan urutan mengajar yang sistematis. Guru harus menguasi materi supaya dapat membangun kepercayan bahwa seorang guru ini dapat mengajarkan kami dengan baik. Tanpa kerpercayaan mengajar, guru bukanlah guru.

Mengaitkan materi fisika dengan kehidupan sehari-hari. Kesan pertama sangat penting dalam setiap pertemuan seperti yang sudah dijelaskan di atas, guru fisika saya ketika masuk kelas, beliau tidak langsung mengajar, atau bahkan mengabsen, ini menjadi daftar terakhir dalam startegi belajar yang beliau susun. Setalah meletakkan tasnya di meja beliau menyalakan laptop, sambil menunggu laptop menyala beliau bercerita, “tadi pagi saya naik motor, di belokkan motor saya tiba-tiba mau jatuh, oleng kayak selip gitu”. Dalam pikiran saya “licin kali jalannya?”, guru saya melanjutkannya dengan bertanya “kira-kira kenapa?” sontak teman-teman saya menjawab, licin kali pak, pas belok bapak sambil ngerem, kekencengan kali pak, becek kali pak, hilang keseimbangan pak, bapak lemes ya pak. Jawaban dari yang masuk akal sampai ga masuk akal beliau terima dengan senyuman, jauh dari kesan guru killer yang tidak peduli murid.

Saya pikir memang pagi itu beliau mau jatuh saat mengendari motor, tapi, tiba-tiba slide pertama yang ditampilkan di layar ada gambar motor yang hampir jatuh di belokkan. Soo, itu adalah stimulus yang bisa berliau berikan kepada kita yang membuat kita berpikirkenapa ya?” sampai menjawab nya dengan antusias tanpa ada tekanan apapun, hari itu kami belajar tentang gaya gesek. Sampai sekarang saya ingat. Kalau motor mau belok tapi oleng mungkin karena gaya geseknya atau gaya sentripetalnya tidak seimbang. Sangat berkesan.

Reward. Fisika sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari, agar murid merasakan aplikasi fisika dalam kehidupan maka guru perlu membawa kehidupan yang berkaitan dengan fisika kedalam kelas, sebagai tambahan agar lebih bersemangat adalah dengan reward, misalnya saat menjelaskan meteri grafitasi, guru bisa membawa apel dan mencontohkannya dengan menjatuhknnya di atas kepala seperti apa yang dialami newton. Jika ada murid yang memberikan pendapatnya dengan benar apel tersebut bisa dijadiknnya reward dengan memberikan kepada murid yang menjawab benar. Atau misalkan saat quiz guru bisa memberikan coklat sebagai hadiah kepada murid yang mendapat nilai tinggi ini bisa juga dijadikan sebagai motivasi. Atau memberikan nilai tambahan untuk murid yang berani maju mnejawab soal di depan kelas. Nah, kalo ini bisa menjadi stimulasi atau semacam latihan percaya diri sisiwa untuk berani maju dan mendapat reward.

Sering-sering mengadakan eksperimen. Hal yang paling ditunggu-tunggu adalah percobaan mencampur-campur larutan, eksperimen, bisanya ini yang paling berkesan. Eksperimen menurut saya sudah memiliki kesan tersendiri dalam benak murid, tinggal bagaimana guru mengemasnya dengan sangat menyenangkan, fun doing. Memang kebanyakan eksperimen hanya membuktikan konsep, tidak mengajak murid menemukan konsep, apalagi mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Tapi coba dikemas dengan berbeda seperti misalnya mengaitkannya dengan fenomena dialam. Guru dapat memberikan banyak pertanyaan langsung ketimbang mengisi modul paktikum “kok bisa ya kayak gini, menurut kalian kenapa?” “kalau misalnya bahannya diganti ini akan jadi seperti apa?” atau dengan membanding kan “coba lihat kelompok di depan, mereka hasilnya beda”. Secara ga langsung, ini menjadi stimulus mereka dalam mencari jawaban dengan berpikir kritis, banyak pertanyaan “kenapa?” bisa memberikan motivasi lebih untuk mereka mendapatkan konsep dari menganalisis. Kemudian ditambahkan dengan aplikasi di kehidupan sehari-hari, seperti misalnya jika sedang eksperimen bandul dapat dibuat pertanyaan “bagaimana dengan bumi?  Kok bisa berotasi dengan baik tanpa benang?” (walaupun kurang nyambung, ini bisa tetap jadi stimulus) atau praktikum lain “kalau di bumi tidak ada magnet apa yang terjadi? Apakah besi akan melayang?” pertanyaan-pertanyan tersebut akan menjadi stimulus murid untuk membayangkan dan berimajinasi tentang fenomena-fenomena yang terjadi disekitar mereka, dengan cara berpikir kritis mereka akan dapat mengaitkan berbagai macam konteks sehingga ditemukan sebuah kesimpulan yang eksplisit dan mendapatkan konsep yang tepat.

Jadi, pengalaman yang saya dapat menjadi seorang murid dari melihat banyaknya guru yang telah mengajarkan saya ilmu yang luar biasa adalah bagaimana cara mengajar yang menyenangkan yang berkesan dan tidak membuat murid tertekan bahkan sampai membenci satu mata pelajaran. Semua strategi yang dirancang dalam mengajar adalah baik tinggal bagaimana cara guru mengaplikasikannya di kelas. Jadi yang harus saya lakukan sebagai calon guru sekarang adalah terus menerus belajar menguasi materi dan sekaligus berlatih bagaimana menjadi guru yang menyenangkan dengan melihat latar belakang murid secara menyeluruh.

Selasa, 07 Juli 2020

Satu dekade, Juli #1



Aku tidak pernah menginginkan pertemuan ini terjadi, Juli. Apalagi berani mengharapkan dirimu. Kemarin aku membaca buku baru, dan ada namamu sebagai tokohnya di sana. Juli, aku iri sekali pada buku itu yang dengan bebas mengukir namamu. Hari ini aku telah selesai membacanya, 396 halaman buku itu yang beberapa kali menyebutkan namamu. Kau tahu apa yang paling menyedihkan selama aku membaca buku itu, Juli? tidak ada namaku di sana, tidak ada sama sekali.

Juli, apakah memang kita ini tidak benar-benar ditakdirkaan untuk bersama, bahkan dalam buku itu? bukankah semesta ini tidak adil, tidak adil karena tidak pernah mengijinkan kita untuk berproses untuk menjadi dua manusia paling bahagia di bumi?.

Juli, kamu mendengarnya, kan? suara tangisanku, suara tangisanku yang tidak mampu memanggil namamu. Tidak. Bohong. Tentu saja aku mampu. Tapi, Juli, aku terlalu takut, takut sekali memanggil namamu, aku takut saat aku memanggil namamu, aku tidak mampu berhenti mnegucapkannya, dan aku akan mengganggumu, aku takut sekali, Juli

Juli, sangat cukup bagiku hanya dengan mengetahui dirimu dari sini, dari tempat yang tidak akan pernah ku tunjukkan padamu. Sudah sangat cukup bagiku menerima kabarmu dari burung yang selalu mampir keberanda rumahku, aku sangat bersyukur mengenal burung itu, rasa terimakasihku tidak akan pernah cukup kepada burung itu yang telah berbaik hati membisikkan kabarmu saat ini.

Juli, pada buku ini, akupun berterimakasih, karenanya tulisan-tulisan itu membawaku padamu, mengenang. Bahwa dirimu pernah memberikan alasan untuk aku bahagia walaupun hanya sebatas bayangan. Bahwa dirimu telah menjadikan alasanku untuk bangun dan mengejar mimpiku, walaupun kamu tidak akan pernah mengetahuinya. Bahwa namamu yang terukir di dalam buku ini akan abadi, tanpa ada namaku.