Selasa, 07 Juli 2020

Satu dekade, Juli #1



Aku tidak pernah menginginkan pertemuan ini terjadi, Juli. Apalagi berani mengharapkan dirimu. Kemarin aku membaca buku baru, dan ada namamu sebagai tokohnya di sana. Juli, aku iri sekali pada buku itu yang dengan bebas mengukir namamu. Hari ini aku telah selesai membacanya, 396 halaman buku itu yang beberapa kali menyebutkan namamu. Kau tahu apa yang paling menyedihkan selama aku membaca buku itu, Juli? tidak ada namaku di sana, tidak ada sama sekali.

Juli, apakah memang kita ini tidak benar-benar ditakdirkaan untuk bersama, bahkan dalam buku itu? bukankah semesta ini tidak adil, tidak adil karena tidak pernah mengijinkan kita untuk berproses untuk menjadi dua manusia paling bahagia di bumi?.

Juli, kamu mendengarnya, kan? suara tangisanku, suara tangisanku yang tidak mampu memanggil namamu. Tidak. Bohong. Tentu saja aku mampu. Tapi, Juli, aku terlalu takut, takut sekali memanggil namamu, aku takut saat aku memanggil namamu, aku tidak mampu berhenti mnegucapkannya, dan aku akan mengganggumu, aku takut sekali, Juli

Juli, sangat cukup bagiku hanya dengan mengetahui dirimu dari sini, dari tempat yang tidak akan pernah ku tunjukkan padamu. Sudah sangat cukup bagiku menerima kabarmu dari burung yang selalu mampir keberanda rumahku, aku sangat bersyukur mengenal burung itu, rasa terimakasihku tidak akan pernah cukup kepada burung itu yang telah berbaik hati membisikkan kabarmu saat ini.

Juli, pada buku ini, akupun berterimakasih, karenanya tulisan-tulisan itu membawaku padamu, mengenang. Bahwa dirimu pernah memberikan alasan untuk aku bahagia walaupun hanya sebatas bayangan. Bahwa dirimu telah menjadikan alasanku untuk bangun dan mengejar mimpiku, walaupun kamu tidak akan pernah mengetahuinya. Bahwa namamu yang terukir di dalam buku ini akan abadi, tanpa ada namaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar